Rabu, 02 November 2011

Publik Sangat Kecewa Kiprah Politisi Muda
 

Politisi muda diharapkan mereformasi kondisi politik para seniornya. Dalam sejarah Indonesia, politisi berusia muda acapkali berperan membawa inovasi politik baru bangsa di tahun 1908, 1928, 1945, 1966 dan terakhir 1998.

Namun politisi muda saat ini dianggap publik justru memproduksi kembali sistem politik yang korup. Hanya 24,8% responden yang percaya bahwa politisi muda yang berkiprah saat ini berperilaku baik. Jika tak cepat diatasi, diyakini para politisi muda ini dapat membuat Indonesia bertambah korup.

Demikian salah satu temuan survei nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang secara reguler dilakukan. Survei dilakukan di bulan September 2011, dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden 1200 dari 33 propinsi di seluruh Indonesia. Wawancara tatap muka. Margin of error plus minus 2.9%.

Untuk melengkapi temuan survei, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) juga melakukan riset kualitatif pada bulan Oktober 2011. Beberapa metode riset yang digunakan adalah media analisi atas 5 koran nasional dan  7 koran lokal di 7 provinsi terbesar. Dilakukan juga depth interview atas narasumber yang kompeten di 7 provinsi terbesar. Focus Grup discussion melengkapi riset itu yang mengekplorasi akademisi dan aktivis LSM di 7 propinsi terbesar.

Yang dimaksud dengan politikus muda dalam riset ini adalah politisi  yang berusia dua puluhan, tiga puluhan dan empat puluhan. Politisi yang berusia lima puluh tahun ke atas tak termasuk dalam kategori politisi muda. Mengapa politisi muda dikategorikan di bawah usia 50 tahun, bukan di bawah usia 40 tahun, atau di bawah usia 30 tahun?

Sangat sedikit sekali politisi dengan jabatan penting di indonesia di bawah 40 tahun, apalagi di bawah 30 tahun. Jika kategori umur itu digunakan, riset ini akan kekurangan kasus politisi muda.

Di samping usia di bawah 50 tahun, kategori politisi muda dibatasi hanya untuk mereka yang aktif di partai politik dan organisasi massa yang bercita cita politik. Sebagian mereka menjadi pejabat publik yang dipilih lewat pilkada, atau pemilu, menjadi anggota DPR, atau menteri, atau pengurus inti partai politik. Tidak termasuk dalam kategori politisi muda adalah para profesional atau birokrat yang tidak menjadi anggota partai politik.

Publik khawatir dengan kiprah politisi muda saat ini. Mereka tidak dianggap lebih baik dari seniornya. Bahkan lebih banyak respon yang menganggap kiprah politisi muda ini potensial lebih buruk dibandingkan seniornya. Hanya 15.4% responden menganggap politisi muda ini lebih baik dari seniornya. Sementara lebih banyak responden, 23.8% yang menganggap politisi senior lebih baik ketimbang politisi muda. Sementara 37.6% menganggap politisi muda itu sama saja, dan hanya mereproduksi keburukan politisi seniornya.

Responden pendidikan tinggi, tinggal di perkotaan, dan jenis kelamin laki laki, lebih kecewa lagi dengan politisi muda, dibandingkan responden yang berpendidikan rendah, tinggal di desa, dan jenis kelamin perempuan.Semakin tinggi akses responden kepada informasi dan semakin mereka aktif dengan dunia politik, semakin mereka kecewa dengan kiprah politisi muda.

Berdasarkan riset kualitatif, empat alasan yang membuat publik sangat kecewa dengan kiprah politisi muda saat ini.

Pertama, berita korupsi yang melanda politisi setahun terakhir ini, didominasi oleh politisi muda. Top Five (lima peringkat tertinggi) permberitaan korupsi itu adalah Nazaruddin (33 tahun), Angelina Sondakh (34 tahun), Anas Urbaningrum (42 tahun), Andi Mallarangeng (48 tahun) dan Muhaimin Iskandar (45 tahun). Kelima-limanya adalah politisi yang usianya di bawah 50 tahun. Berita tentang lima tokoh ini paling mempengaruhi citra politisi muda di persepsi publik.

Umumnya lima tokoh itu adalah harapan publik di pentas politik. Mereka ada yang berasal dari akademisi (Andi Mallarangeng). Ada yang merintis dari dunia aktivis dan ormas agama (Anas Urbaningrum, Muhaimin Iskandar). Ada yang lewat jalur selebriti (Angelina Sondakh).  Ada juga yang lewat jalur pengusaha (Nazaruddin). Kelima tokoh itu sampai ke puncak jabatan publik menjadi menteri, anggota DPR dan pengurus partai. Mereka diharapkan membawa angin perubahan yang sudah dihembuskan sejak reformasi.

Yang terjadi justru sebaliknya. Kelima tokoh ini menjadi Top Five, atau bintang utama isu korupsi di pentas nasional sepanjang tahun 2011. Secara hukum, kelima tokoh ini belum tentu bermasalah. Mereka sedang diproses dan beberapa kali dipanggil KPK. Namun berita seputar mereka sudah merusak dan menghempaskan harapan publik terhadap politisi muda. Empat dari Top Five itu berasal dari Partai Demokrat, partai yang berkuasa.

Di luar lima tokoh itu untuk isu korupsi, banyak juga diberitakan tokoh lain seperti Gayus Tambunan dan Rosalinda Manulang sepanjang tahun 2011. Namun kedua figur ini tidak termasuk dalam kategori politisi. Mereka adalah birokrat dan profesional.

Kedua, kinerja politisi muda di puncak jabatan publik tak istimewa bahkan bermasalah. Puncak capaian politisi muda adalah menjadi pejabat publik yang dapat mempengaruhi kebijakan publik. Salah satunya yang tertinggi saat ini adalah menjadi menteri. Namun semua menteri kabinet SBY-Boediono, yang berasal dari partai dan saat ini berusia di bawah 50 tahun, tak ada yang berprestasi menonjol di mata publik.

Para menteri dari politisi muda itu adalah Zulkifli Hassan (PAN, 49 tahun), Helmy Faizal (PKB, 39 tahun), Andi Mallarangeng (Demokrat, 48 tahun) dan Muhaimin Iskandar (PKB, 45 tahun). Kepuasan publik atas kinerja empat tokoh itu juga di bawah 40%. Tak ada berita yang menonjol atas inovasi yang mereka buat di bidangnya. Bahkan Andi dan Muhaimin menonjol justru karena berita kegagalannya menjaga kementerian untuk bebas korupsi.  Posisi Andi Mallarangeng lebih fatal lagi. Ia adalah Menteri Pemuda dan Olah Raga, menterinya para pemuda. Tapi justru ia kini sedang diusut KPK.

Ketiga, kinerja politisi muda yang menjadi pimpinan puncak partai politik juga bermasalah. Ada sembilan partai politik yang lolos electoral threshold pemilu 2009. Kesembilan partai itu adalah Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PPP, PAN, PKB, Gerindra dan Hanura. Hanya dua partai yang ketua umumnya berusia di bawah 50 tahun. Yaitu Anas Urbaningrum (ketua Umum Demokrat, 42 tahun), dan Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB, 46 tahun). Ketua umum tujuh partai lainnya berusia di atas 50 tahun.

Tak ada yang istimewa dari politisi muda yang memimpin partai politik di atas. Mereka bahkan dianggap kesulitan mencari dana untuk membiayai partainya. Lebih jauh lagi, kedua politisi muda itu kini sedang diproses KPK dalam isu korupsi. Kedua politisi muda ini awalnya disanjung pendukungnya untuk ikut mereformasi sistem politik yang korup. Yang terjadi keduanya, seolah mereproduksi sistem korup yang sama.

Keempat, besarnya harapan publik atas kiprah politisi muda. Semakin besar harapan itu, semakin mudah publik kecewa.

Publik sudah terlanjur diromantisasi oleh kiprah politisi muda yang merubah zamannya. Dalam sejarah Indonesia, inovasi politik dipelopori oleh politisi muda. Lahirnya Budi Utomo tahun 1908 digerakkan oleh politisi yang saat itu usianya dua puluhan, antara lain: KH Dewantara (19 tahun), Tjipto Mangunkusumo (22 tahun), Dr. Soetomo (20 tahun).

Soempah Pemuda 1928 juga digerakkan oleh politisi muda usia dua puluhan saat itu, antara lain: Sugondo Djojopuspito (24 tahun), Muhamad Yamin ( 25 tahun), dan WR Soepratman (25 tahun). Kemerdekaan Indonesia juga dikomandoi oleh politisi muda yang saat itu usia empat puluhan: Soekarno (44 tahun), Mohamad Hatta (43 tahun) dan Sutan Sahrir (36 tahun).

Pasca kemerdekaan, perubahan rezim terjadi di tahun 1966 dari Orde Lama ke Orde Baru. Tahun 1998, kembali terjadi perubahan rezim dari Orde baru ke Orde Reformasi. Dalam dua momen itu politisi dan aktivis muda melalui aneka himpunan gerakan mahasiswa dan pemuda kembali memainkan peran sentral.

Politisi muda dalam memori publik lekat dengan romantisme politik. Betapa kecewanya publik ketika melihat dalam kenyataan hari ini justru sebaliknya. Politisi muda yang berada di puncak jabatan publik kini justru sedang dililit kasus korupsi.

Divisi Tiga

Politisi muda saat ini juga belum mendapatkan apresiasi publik sebagai calon presiden 2014. Semua politisi muda berusia di bawah 50 tahun, masih bertengger di DIVISI TIGA capres 2014, yang dukungannya di bawah 3%. Mereka adalah Anas Urbaningrum (42 tahun), Puan Maharani (38 tahun), Edhie Baskoro/ Ibas (31 tahun).

Capres 2014 DIVISI DUA berusia di atas 50 tahun: Ani Yudhono (59 tahun) dan Wiranto (65 tahun), dengan dukungan antara 3% - 10%. Sementara Capres 2014 DIVISI SATU dengan dukungan di atas 10%, justru berusia di atas 60 tahun: Aburizal Bakrie (65 tahun), Prabowo subianto (60 tahun), Megawati Soekarnoputri (64 tahun).

Politik sudah berubah. Sebelum kemerdekaan, politisi muda yang merupakan elit masyarakat saat itu juga merupakan generasi pertama kaum terpelajar. Dibandingkan seniornya, saat itu politisi muda lebih membawa gagasan baru soal politik, dan strategi perjuangan yang baru pula.

Tapi saat ini, politisi muda bukan lagi generasi pertama kaum terpelajar. Bahkan dibandingkan seniornya, acapkali politisi muda kalah dalam pengalaman, sumber dana, jaringan politik dan publik expose. Lebih susah bagi politisi muda saat ini untuk berkiprah. Namun itu tak membenarkan mereka mereproduksi politik yang korup.

Lingkaran Survei Indonesia