Sabtu, 17 September 2011

 

Jika Pemimpin Malu pada Rakyat dan Tuhan                                                                                                         
Menggugah rasa malu, adalah sebuah solusi diantara opsi yang diperdebatkan para pakar, politisi dan elit negeri ini. Ada sebuah fakta kasat mata kita melihat ketimbangan ketimpangan yang terjadi secara memalukan diberbagai sektor, sebut saja kita pada fokus rasa Keadilan, wajib kita malu pada memberhalakan Garuda Pancasila yang menjadikannya mengalungkan berbagai simbol, termasuk simbol simbol Keadilan dan Kesejahteraan tanpa makna.

Berbagai kecaman disarangkan kepada pemimpin negeri ini, tak telak merubah segala teriak dan gerakan demo yang memalukan jika tampak dan ditonton masyarakat dunia sejalan dengan eksploitasi media asing. Bagaimana seorang Presiden di demo dan gambarnya dibakar, diinjak dan diberikan tulisan-tulisan yang tak sepantasnya menurut “mereka” yang bervisi sama dengan sang Presiden. Namun secara seimbang kita melihat kondisi kekinian tak melulu mempersalahkan ekspresi anak bangsa yang meneriakan kenyataan dan fakta dialami sebagian besar rakyat negeri ini.

Bukankah Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan pasangannya Budiono adalah hasil dari Pemilu yang langsung, bebas dan rahasia. Jika kita menyadari bahwa Suara Rakyat adalah Suara Tuhan, maka pertanyaannya... mengapa Rakyat begitu tak konsekuen dengan pilihannya, apakah setiap Presiden harus digulingkan. Atau apakah rakyat tak menyadari saat di bilik suara dia atas nama pencipta-Nya memilih SBY-Budiono ? Selaku anak bangsa, inilah ungkapan hati dari sebuah perenungan.

Ijinkan saya bertanya bapak berdua dalam pemilihan Presiden apakah memanfaatkan dana dana tak bertuan ? Atau memanfaatkan kebijakan kebijakan selang sisa masa kekuasaan 2009 yang lalu ? Adakah bagian hak hak rakyat untuk kesejahteraan telah tersita demi kepentingan pencalonan bapak sebagai Presiden dan Wakil ?

Ijinkan pula saya bertanya adakah saat Pemilihan Presiden, bapak menggunakan segala cara memenangkannya termasuk dengan segala hal yang menyangkut KPU ( Polemik dan Kasusnya yang hingga saat ini menggantung ? )

Jikalau benar perkataan, sumpah, serta pidato-pidato, janji-janji kampanye untuk berantas KORUPSI, mengapa Indonesia ini makin menggila dengan Korupsi ? Sejalan dengan kasus kasus korupsi dan ketimpangan penegakan hukum rakyat telah apatis,mungkin tak percaya lagi sebab kasat mata terjadi dan tak ada tindakan yang dirasakan adil oleh rakyat.

Dari tiga pertanyaan di atas saya tak berharap dijawab secara jujur karena tak ada yang gratis di dunia ini. Namun saya sekedar mengungkapkan isi hati rakyat kecil yang mungkin sebagian besarnya demikian. Mungkin juga lantaran mereka telah dianggap melakukan vonis kejam atas pertanyaan tersebut dan menyebabkan bapak Presiden berkata “Mereka Kurang Waras”. Mereka dan saya yang berpikiran sederhanapun sama pasti tak akan dijawab entah karena malu atau alasan lain yang lebih diplomatis.

Lantas apakah demo demi demo tidak menggugah nurani hingga terlewat begitu saja tanopa hasil yang nyata ? Padahal,  bukankah dengan menguji kembali suara rakyat saat menyuarakan dibilik suara pada pemilihan Presiden dapat dilakukan kembali dengan mengajak segenap rakyat Indonesia untuk Stop Kegiatan Total selama seminggu ?. Jika segenap rakyat melakukannya ini adalah Solusi Damai dan Bermartabat.

Jawabnya : Hai Pemimpin-pemimpin... MALU lah pada Rakyat dan TUHAN

Benedictus Tambajong
KOMPASIANA