Selasa, 20 Desember 2011


Puluhan Anak Punk Ditangkap & Digunduli !!!                      
Dinilai Melanggar HAM, Jadi Sorotan Internasional

Penggundulan Rambut Anak-anak Punk
Sedikitnya 60 anak punk ditangkap polisi syariah di Nangroe Aceh Darussalam saat menggelar konser amal di Taman Budaya Banda Aceh. Tidak hanya itu, mereka juga digunduli karena dianggap menodai citra Aceh. Kasus ini pun menjadi perhatian sejumlah media asing, mulai dari media Australia hingga Eropa dan Amerika.

Seperti diberitakan kantor berita AFP, Rabu (14/12), penangkapan ini dilakukan pada Sabtu (10/12) lalu di Banda Aceh. Sebanyak 59 pemuda laki-laki dan 5 pemudi ditangkap polisi syariah. Para pemuda digunduli dan para pemudi dipotong pendek rambutnya. Mereka kemudian disuruh untuk mandi di danau, lantas berganti pakaian dan shalat.

"Kami khawatir jika penerapan hukum syariah Islam di provinsi ini akan ternoda oleh kegiatan mereka. Kami berharap, dengan mengirimkan mereka ke rehabilitasi, mereka akan segera bertobat," ujar Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal yang memerintahkan penangkapan tersebut.

Saat itu, ratusan penggemar punk dari berbagai daerah memang sengaja datang ke Banda Aceh untuk menghadiri konser yang diadakan untuk mengumpulkan uang bagi anak yatim. Namun, saat itu juga polisi menggerebek lokasi konser dan menangkap orang-orang yang berpenampilan punk dengan rambut mohawk, bertato dan bercelana jeans ketat dan penuh rantai.

Usai ditangkap, mereka dibawa ke tempat rehabilitasi moral di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, sekitar 62 kilometer dari Banda Aceh dan akan berada di sana selama 10 hari. Menurut polisi, penangkapan ini memang dilakukan demi mencegah para pemuda dan pemudi ini dari perilaku 'menyimpang'.

"Mereka tidak pernah mandi, mereka tinggal di jalanan, tidak pernah melakukan salat. Kita harus memperbaiki mereka sehingga mereka bisa berperilaku benar dan sesuai moral. Mereka butuh perlakuan tegas untuk mengubah perilaku dan mental mereka," ujar Kapolda Aceh, Irjen Pol Iskandar Hasan.

Tindakan polisi dan pemerintah Aceh ini mendapat kritikan dari aktivis setempat, Evi Narti Zain. Penangkapan ini dinilai tak beralasan dan melanggar HAM.

"Apa yang polisi lakukan benar-benar aneh. Menjadi seorang anak punk hanyalah gaya hidup. Orang seperti mereka ada di seluruh dunia dan mereka tidak melanggar aturan atau pun merugikan orang lain," katanya.

Adapun media asing yang memberitakan kasus ini, yakni New York Daily, The Telegraph, Washington Post, Daily Mail, Sydney Morning Herald, CBS News dan sebagainya. Mereka rata-rata menulis bahwa penangkapan dan penggundulan anak punk tersebut yang dinilai melanggar HAM.

Polisi Lakukan Pembunuhan Karakater Komunitas Punk

Dituding bahwa konser amal yang digelar komunitas punk tersebut tidak mendapatkan izin dan melakukan pemalsuan izin.

Salah satu tokoh underground, Sance Herianto mengatakan bahwa hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan bagi petugas keamanan melakukan aksi penangkapan dan penggundulan kepada para anggota punk.

"Masa karena perizinan anak orang di mappras seperti militer dibotakin, direndam. Salah mereka apa mesti diperlakukan seperti itu? kecuali di acara mereka terlibat tawuran itu sah saja," kata Sance, Selasa (20/12).

Ia menambahkan seharusnya baik Gubernur maupun Polda Aceh dapat memudahkan komunitas punk untuk menggelar aksi musik amal.

"Namanya acara amal panti asuhan tapi pakai birokrasi berbelit-belit aneh, tapi buat izin untuk buka tempat prostitusi night club, spa dan esek-esek boleh dan di izinkan," sindirnya.

Sance menambahkan bahwa peristiwa yang terjadi kepada puluhan rekannya di Aceh tak ubahnya sebagai pembunuhan karakter terhadap komunitas punk.

"Ya itu boroknya pemerintah kita, UUD ujung-ujungnya duit gimana mau maju negara ini? karena semua orang hanya mementingkan diri sendiri. Itu hanya pembenaran saja dan pembunuhan karakter punk itu sendiri. Kalau mereka komunitas punk khususnya berbuat kriminalitas sah-sah saja ditangkap, karena ada alasan jelas," keluhnya.

Kecam Razia di Aceh, Anak Punk Demo

Aksi Unjuk Rasa Komunitas Punk Jakarta
Solidaritas datang dari Komunitas Anak Punk Jakarta yang unjuk rasa menuntut rekan-rekan mereka dibebaskan.

Mereka menggelar aksi di depan Museum Polri, Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (19/12).

Tampil dengan atribut ala punk, mereka berorasi dan diiringi gitar, menyanyikan lagu 'perjuangan' anak punk.

Selain itu, ada pula yang membawa spanduk bertuliskan "Save Aceh Punk."

Menurut mereka, polisi tak memiliki dasar hukum ketika menangkap rekan mereka di Aceh karena kebebasan berekspresi dan berorganisasi dijamin oleh undang-undang.

Tindakan razia di Aceh ini dikecam oleh berbagai komunitas punk di tanah air dan juga internasional karena dinilai berlebihan.

Aksi solidaritas sebelumnya juga digelar anak punk Rusia di KBRI Moskow. Anak-anak punk ini mencorat-coret tembok KBRI.

Dunia Kecam Aceh Soal Anak Punk, Gubernur Aceh Angkat Bicara

Gubernur NAD Irwandi Yusuf
Dunia mengecam keras tindakan polisi Aceh yang menggunduli anak punk dengan alasan pembinaan karena dianggap melanggar HAM. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pun angkat bicara dengan tetap membela tindakan pembinaan itu.

"Apa urusan malunya? Apa urusan dunia? Bukan saya katakan boleh langgar HAM. Di mana-mana tidak boleh langgar HAM. Jangan kita demi nilai-nilai yang dibuat orang luar kita dan kita pun menjadi budak," katanya di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (20/12).

Irwandi tak masalah pemerintah dan kepolisan Aceh menuai kecaman demi masa depan anak-anak di daerahnya. Lebih baik dikecam daripada anak muda Aceh tak jelas masa depannya.

"Pikir saja di Aceh ada 700 orang punk yang tidak mau pulang ke rumah orang tua, hidup di taman-taman. Mau jadi apa mereka mungkin nge-punk nya masa muda saja," katanya.

Sebelumnya, Jumat (16/12), Kabid Humas Polda Aceh, AKBP Gustav Leo menjelaskan "Mereka itu kan kerjaannya tukang palak, ada yang memakai narkotika. Nah ini kan meresahkan masyarakat, bagaimana kalau masyarakat mengambil tindakan. Selama ini sudah banyak laporan yang masuk."

Dijelaskan, Polda Aceh dan Pemkot Banda Aceh telah mengambil langkah pembinaan. Setelah mereka (anak punk) digunduli dan dimandikan, lantas di sekolah polisi itu, 65 anak punk dibina dan mendapatkan pelatihan olahraga serta outbond. Tidak ada kekerasan.

Mensos : Anak Punk Belum Tentu Hatinya Buruk

Menteri Sosial Salim Segaf
Tidak semua pejabat menganggap anak-anak punk sebagai penyakit masyarakat. Menteri Sosial Salim Segaf malah menilai, para pemilik rambut mohawk tersebut belum tentu memiliki hati yang buruk.

"Rambut begitu (mohawk), belum tentu hatinya buruk. Itu penampilan, memang gayanya begitu," kata Salim usai rapat paripurna di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Selasa (20/12).

Salim menambahkan, tindakan tegas terhadap anak punk baru bisa dilakukan setelah ada bukti pelanggaran kriminal. Aparat tidak bisa seenaknya memberikan sanksi hanya dari penampilan atau gaya berpakaian.

"Kalau hanya penampilan kita harus ada pendekatan lain lagi," sambungnya.

Nah, untuk kasus penggundulan anak punk di Aceh, Salim juga punya pendapat. Menurut dia, setiap tindakan untuk anak di bawah 18 tahun harus melalui pendekatan persuasif. Tidak boleh ada unsur aparat Satpol PP atau polisi yang terlibat karena ada potensi pelanggaran hak anak.

"Jadi anak yang di bawah 18 tahun di jalan, apa pun perilaku mereka, harus diperlakukan secara persuasif. Pendekatan ini dilakukan oeh pekerja sosial, agar tidak melanggar hak asasi anak," sambungnya.

Imbauan ini, kata Salim, sudah dikirim pada seluruh daerah melalui surat edaran. Tujuannya, agar anak-anak di bawah umur, termasuk anak punk diberi edukasi sehingga terhindar dari aksi kriminal lebih lanjut.

"Jadi kalau yang di Aceh itu anak di bawah 18 tahun, maka menindak anak di bawah 18 tahun harus dilakukan secara persuasif. Dan bukan Satpol PP tapi pekerja sosial," tegasnya.

"Tapi kalau di atas 18 atau 20 tahun setiap daerah punya aturan masing-masing. Kita tidak bisa intervensi," tutupnya.

sumber : detikNews - Okezone