Kamis, 15 Desember 2011


Tragedi Mesuji



Versi Polisi, Kekerasan di Mesuji Libatkan Dua Pihak

Markas Besar Polri akhirnya menjelaskan secara rinci mengenai kronologis terjadinya tragedi pembantaian di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang menyita perhatian publik medio Desember ini.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, peristiwa itu bermula dari kemarahan warga sekitar yang menganggap perkebunan kelapa sawit di daerah itu adalah milik mereka bukan milik PT Sumber Wangi Alam (SWA). Oleh karena itu mereka melarang perusahaan itu untuk melakukan panen.

"Peristiwa itu terjadi pada 21 April 2011, di mana saat dilakukan kegiatan panen kebun kelapa sawit dari PT SWA itu dilihat oleh warga yang merasa lahan itu milik mereka. Waktu itu terjadi bentrok fisik antara petugas pengamanan perkebunan bersama masyarakat di Sungai Sodong," ujar Boy saat jumpa pers di Gedung Humas Polri, Kamis (15/12).

Dua korban tewas akibat bentrok antara petugas keamanan kebun Pam Swakarsa dengan masyarakat tersebut. Namun, Boy tidak mengungkapkan inisial dua korban dari warga tersebut.

"Di pihak warga meninggal di lokasi 1 orang dan satunya berhasil melarikan diri tapi akhirnya meninggal," lanjut Boy.

Tewasnya dua orang ini mengakibatkan warga mengamuk dan membawa massa dari Sungai Sodong yang lebih banyak ke perusahaan itu. Menurut Boy, ada sekitar 400 lebih warga yang datang dengan menaiki empat truk, mobil pick-up, dan kendaraan bermotor.

Pegawai PT SWA, kata Boy, berusaha melarikan diri. Namun, sisanya yang masih berada di kamp kebun kelapa sawit itu tak dapat menyelamatkan diri sehingga menjadi bulan-bulanan warga. Akibatnya, lima orang pegawai meninggal dalam bentrok itu.

"Pegawai yang tidak melarikan diri, terkena aksi kekerasan yang dilakukan oleh warga. Jadi akibatnya meninggal 5 orang di tempat itu. Dari peristiwa bentrok ini genap tujuh orang tewas. Dua dari warga dan lima dari perusahaan," jelas Boy.

Dari peristiwa ini, menurutnya delapan orang warga masih dalam pengejaran kepolisian setempat, terkait kekerasan terhadap pegawai perusahaan. Sedangkan enam orang pegawai telah dijadikan tersangka akibat penganiayaan yang menewaskan dua warga Mesuji.

Inilah Duduk Soal Kasus Mesuji Versi Warga

Pengaduan masyarakat dan video pembunuhan terkait konflik lahan yang beredar di media televisi dua hari lalu mengalami kesimpangsiuran lokasi, waktu, dan kejadian. Pengaduan dan sebagian video merupakan dua peristiwa yang terpisah.

Video pembunuhan yang memperlihatkan pemenggalan kepala terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan bukan dari Mesuji, Provinsi Lampung.

Kedua lokasi ini memang berbatasan dan hanya dipisahkan oleh sungai. Di dua lokasi berbeda itu, warga memang sama-sama mengalami konflik dengan perusahaan kelapa sawit, tetapi perusahaannya berbeda.

Pembunuhan dengan memenggal kepala itu terjadi pada Kamis, (21/04), di Desa Sungai Sodong, Sumatera Selatan. Salah satu asisten kebun dipenggal oleh masyarakat yang marah karena terbunuhnya dua warga desa.

Dalam peristiwa itu tujuh orang tewas, terdiri dari dua warga desa, Syafei dan Macan, yang masih belasan tahun, serta lima orang dari pihak PT Sumber Wangi Alam (SWA).

Kejadian diawali bentrokan warga dengan orang-orang yang disewa perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SWA. Bentrokan diawali penganiayaan serta pembunuhan terhadap Syafei dan Macan di Blok 19 kebun PT SWA pada Kamis pagi. Mereka ditemukan dengan luka-luka mengenaskan, termasuk telinga yang dipotong dan leher tergorok.

"Kami juga melihat adanya luka tembak yang ciri-cirinya lubang masuk kecil dan lubang keluar besar seperti meledak. Kami mencurigai ada anggota kepolisian terlibat dan senjata yang digunakan adalah peluru yang bisa meledak setelah ditembakkan," kata tokoh masyarakat setempat, Chichan, Kamis (15/12).

Sekitar 200 warga dari enam desa yang masih berkerabat dengan dua korban itu kemudian marah dan menyerbu kompleks perumahan pegawai perkebunan. Warga juga merusak belasan rumah karyawan PT SWA, merusak truk-truk operasional, dan membakar satu sepeda motor.

"Aksi sadis warga dipicu kemarahan dan terjadi secara spontan," ujar Chichan.

Warga Sungai Sodong lainnya, Lia, mengatakan, pemberitaan yang beredar di media televisi tak benar karena bukan warga Sungai Sodong yang melapor ke DPR pada Rabu lalu.

"Kasus kami soal sengketa lahan 298 hektar ditambah 630 hektar lahan yang diklaim perusahaan justru tak muncul. Namun, video kejadian yang ditayangkan itu terjadi di desa kami," katanya.

Ada Dua Peristiwa Berbeda Terkait Mesuji

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, video yang beredar tentang tragedi Mesuji terdiri dari dua peristiwa yang berbeda, yaitu percampuran dari peristiwa Kecamatan Mesuji di Sumatera Selatan dan peristiwa Kabupaten Mesuji di Lampung.

Peristiwa pertama bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada 21 April 2011. Peristiwa itu bermula dari kemarahan warga sekitar yang menganggap perkebunan kelapa sawit di daerah itu adalah milik mereka, bukan milik PT SWA. Oleh karena itu, mereka melarang perusahaan itu melakukan panen.

Sementara di Kabupaten Mesuji, Lampung, peristiwa hampir serupa, yaitu masalah sengketa tanah perkebunan sawit. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, kata Boy, mengklaim bahwa perusahaan PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut.

"Jadi peristiwa yang di Lampung di lahan PT Silva itu, terkait masalah sengketa tanah. Ada perbedaan pemahaman dari warga dengan perusahaan terkait perizinan. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata warga di lampung itu yang tak punya izin tinggal. Jadi dilakukan penertiban sekitar tahun 2010," kata Boy.

Menurutnya, pemerintah daerah setempat sudah melakukan upaya mediasi, tetapi tidak berhasil sehingga dilakukan penertiban pada November 2010 oleh tim terpadu perlindungan hutan Lampung, yang di dalamnya terdapat juga tim dari kepolisian.

"Jadi pada saat itu tim terpadu dari tim perlindungan hutan Provinsi Lampung berusaha melakukan lagkah-langkah penertiban yang menempati lahan-lahan perkebunan yang tidak punya izin," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Polri itu.

Pada peristiwa ini, Boy tidak menjelaskan lebih jauh mengenai jatuhnya korban dalam peristiwa itu. Terakhir, ia hanya mengimbau  pemerintah daerah agar segera menyelesaikan masalah sengketa tanah yang berlarut-larut, termasuk meminta pengertian warga di daerah yang terjadi sengketa agar memahami proses hukum yang berjalan mengenai kepemilikan tanah.

"Kami berharap penyelesaian dapat dilakukan dari akar permasalahan. Pemerintah dapat memberikan apa yang diinginkan masyarakat, tapi juga memberi pemahaman pada masyarakat kalau itu ada aturan hukum yang belum dipahami oleh masyarakat," pungkasr Boy.

Negara “Biarkan” Kasus Mesuji

Konflik marga Megoupak dengan beberapa perusahaan tidak terjadi kalau negara tegas menyelesaikan konflik agraria. Namun, negara malah membiarkan konflik agraria itu bertahun-tahun.

Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, ada beberapa konflik yang dihadapi marga Megoupak. Konflik  horizontal di Sungai Sodong, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan antara warga dengan pekerja perkebunan adalah buah konflik agraria.

"Di OKI, warga sudah bertahun-tahun menuntut pengembalian tanah ulayat marga," kata Iwan, Kamis (15/12).

Menurut dia, tanah ulayat marga Megoupak di Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, dikuasai sebuah perkebunan sawit. Pada April 2011, dua warga klan itu ditemukan tewas di Blok 19 kebun PT SWA. Satu di antaranya tewas dengan beberapa luka tembak.

"Penemuan mayat itu berlanjut dengan bentrok warga dan karyawan perkebunan," ungkap Iwan.

Sementara di Kabupaten Mesuji, Lampung, marga itu berhadapan dengan dua perusahaan, sebuah perusahaan perkebunan sawit dan sebuah perusahaan pemegang hak konsensi hutan tanaman industri. Kedua perusahaan itu, menurut Iwan, menduduki tanah ulayat Megoupak.

"Kasus dengan Silva Inhutani dikenal sebagai kasus Register 45. Ribuan warga diusir dari tanah mereka yang diklaim sebagai milik PT SI. Polisi dan pemda setempat terlibat dalam pengusiran itu," tuturnya.


Warga Mesuji Pertahankan Tanah Ulayat

Warga Mesuji dari marga Mugaupak sudah menggugat penguasaan lahan oleh perusahaan sawit sejak 1997. Mereka mengklaim lahan itu merupakan tanah ulayat.

Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, tanah ulayat klan itu tersebar di Kabupaten Mesuji, Lampung, dan Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.

Tahun 1997, tanah itu dinyatakan sebagai hutan produksi oleh Departemen Kehutanan (Dephut). "Selanjutnya Dephut memberikan hak konsesi kepada perusahaan swasta," ujarnya, Rabu (14/12), ketika dihubungi di Jakarta.

Dephut kemudian menyerahkan tanah ulayat di Mesuji kepada PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI). Sementara tanah ulayat di OKI diserahkan kepada Silva Inhutani (SI). Keduanya merupakan perusahaan perkebunan sawit. "Konflik agraria berubah menjadi konflik horizontal setelah perusahaan membentuk  pam (pengamanan) swakarsa yang anehnya tidak dilarang aparat," tutur Iwan.

Konflik itu antara lain mengakibatkan pembantaian pada April 2011 di Sungai Sodong, OKI. Video pembantaian beredar luas di internet. "November lalu, di Mesuji, ada konflik juga yang melibatkan (anggota) Brimob. Ada dua Brimob sudah dihukum oleh Polda Lampung karena menembak warga yang menuntut tanah ulayat mereka," ujar Iwan.

Warga klan Mugaupak menuntut pemerintah mengembalikan tanah ulayat mereka. Namun, sampai sekarang tuntutan itu tidak dipenuhi karena dinilai tidak mempunyai dasar hukum. "Di Indonesia, hukum agraria belum berpihak pada masyarakat," Tutur Iwan

Aktivis Sesalkan Pelaku di Mesuji Hanya Dihukum Disiplin

Aliansi Solidaritas Masyarakat untuk Mesuji yang terdiri dari unsur aktivis NGO, akademisi, dan pers, menyayangkan keputusan Kepolisian Daerah Lampung yang hanya memberikan sanksi disiplin bagi para oknum polisi pelaku penembakan warga dalam bentrok di Mesuji, 10 November silam.

Indra Firsada, perwakilan dari Aliansi Solidaritas Masyarajat untuk Mesuji, Rabu (14/12) mengatakan, dua oknum Brimob pelaku penembakan dalam bentrok di Mesuji, yaitu Ajun Komisaris Wetman Hutagaol dan Ajun Insepektur Dua Dian Permana hanya diberi sanksi disiplin berupa mutasi dan penundaan kenaikan pangkat serta gaji.

Seharusnya kasus ini masuk dalam ranah pidana karena merupakan bentuk pelanggaran HAM," tuturnya.

Indra menambahkan, kasus kekerasan oleh aparat bersenjata yang dipicu konflik sengketa kepemilikan tanah antara warga dan sejumlah perusahaan sawit beberapa kali terjadi di Lampung dan Sumsel akhir-akhir ini.

Iapun menyayangkan sikap polisi yang telah "diperalat" menjadi tameng bagi para perusahaan untuk berlindung dari konflik dengan warga. Untuk itu, ia mendesak Kepala Polri untuk segera menarik seluruh aparat Polri khususnya pasukan Brimob, dari lokasi aset-aset perusahaan ekstratktif guna mencegah pertikaian berdarah serupa.

KOMPAS.com